Aku, mengaguminya dalam diam... tak ku inginkan yang lain tahu
akan rasaku padanya. Aku... menyukainya dalam diam, tak ku biarkan nafsu ini
menguasaiku akan harapku padanya... Dia mungkin tak mengenalku, namun aku
mengenalnya dengan baik, karena dia adalah salah satu washilah atas niat penghijrahan
yang mulia ini. Ia adalah hitam menuju putih, sedang aku putih menuju hitam. Ia
bagai sang pangeran namun aku hanyalah gadis sederhana yang memimpikannya
didalam bilik kamar gelap nan sunyi. Ia bagai kemuliaan mutiara yang tersimpan
baik oleh agama, dan aku hanya lumpur pekat yang dijauhi orang karena
kehinaannya... aku tak tahu apakah aku mempunyai hak atas rasaku ini, dan aku
tak ingin tersiksa oleh pengharapan ini, aku melihat bahwa aku tak ada celah
sedikitpun atau kesempatan untuk jadi permaisurinya, aku tak pantas... Aku
serahkan hatiku pada-Nya,
aku hanya ingin mengisi kekosongan hati ini dengan nama-Nya, aku tak ingin membuat Alloh kecewa dan murka lagi
padaku seperti kisahku yang tersudut lampau di awal cerita...
*****
Saat masa SMA kelas
satu semester dua, ada seorang siswa baru yang datang dari luar kota. Namanya
begitu terkenal semenjak ada kabar dari para guru akan siswa baru ini. Namanya
Muhammad Raihan Al-Farisi (Raihan), seorang anak dari keluarga terpandang dan
terhormat dan dia begitu berprestasi, dan bla bla bla. Hmmm, jujur aku paling
illfeel kalau banyak gadis yang mengagumi seorang lelaki dan dimanapun ramai
orang yang membicarakannya. Walau belum pernah bertemu dengan sosok fenomenal
itu namun aku keburu illfeel dengan siswa baru itu. Dan seminggu kemudian, ada
kabar lagi bahwa ada satu siswa baru lagi yang akan masuk ke sekolah ini. Nah
kalau siswa yang satu ini kabarnya biasa-biasa saja... malah ada kabar dia
pindah sekolah karena ada masalah di sekolah sebelumnya.
Dan tibalah hari
dimana kedua siswa baru itu masuk ke sekolahku untuk pertama kalinya, semua
siswa-siswi tertuju pandangannya pada sebuah mobil yang berhenti di halaman.
Otomatis semua orang mengira bahwa siswa yang akan keluar dari mobil mewah itu
adalah Raihan. Entah mengapa aku malah acuh saja dan langsung masuk ke kelas.
Aku tak penasaran, toh nanti juga akan tahu karena satu kelas. Setelah itu
terdengar ramai para gadis membicarakannya, dia gantenglah, keren bangetlah,
pengen jadi pacarnya dan bla bla bla... rrrggghhh kesel banget dengernya!
Konsentrasi belajarku buyar denger mereka ngegosip... Mereka seolah lupa hari
ini ada pretest matematika, padahal lima menit yang lalu mereka sibuk baca buku
dan tanya sana-sini... hehe hebat!!!
Aku mempunyai firasat
yang kuat untuk keluar dari kelas, aku melihat ke halaman sekolah dari atas
balkon tingkat dua, disana aku melihat seorang lelaki berseragam baru tak aku
kenal memakai sepeda sedang memarkirkan sepedanya. Entah mengapa aku tertarik
untuk terus melihatnya, dia begitu sopan kepada satpam sekolah dengan senyum
dan salam. Siapa dia??? Tanyaku kuat dalam hati. Dia berjalan cepat dengan
langkah besar dan sedikit menunduk. Dan yang paling membuatku tertarik dia
adalah seorang yang mirip blasteran Amerika... apa ini siswa baru yang kedua
ya? Apa ini yang pindahan biasa itu, terka ku dalam hati. Dia terlihat begitu
santun dan ramah, penampilannya sangat rapih dan sederhana. Tanpa ku sadari ia
menuju ke arahku dengan menundukkan pandangannya dan mengucapkan salam... dia
menanyakan dimana ruang kepala sekolah... aku pun menunjukkannya. Siswa-siswi
yang lainnya menatap dengan biasa dan kembali acuh... “Heiii sadar Rivira!
Jangan biarkan dirimu jatuh dalam angannya! Memang siapa dia?” Walau batinku
berteriak membangunkanku namun hati ini terus bertanya siapakah gerangan sosok
lelaki itu yang mampu membuatku mengingatnya? Aku paling nggak tahan kalau
harus penasaran gini, aku harus cari tahu! Supaya aku nggak kepikiran dia
terus, “iii nyebelin kenapa aku jadi tertarik sama cowok itu”, gertakku dalam
hati.
Aku pun langsung masuk
ke kelas dan mengikuti pretest matematika dengan baik, dan aku terus menunggu
siswa baru yang akan datang ke kelasku. Akhirnya datanglah guru wali kelasku
dengan lelaki bersepeda tadi, semua menatapnya sedang aku terkejut karena dia
adalah Raihan yang terkenal itu! Semua anak-anak ramai berbisik, terlebih geng
cantik di kelasku, “Ohhh, jadi Raihan itu bule ya?! Em senengnya, udah ganteng,
kaya, pinter, sekelas lagi...” ucap Lucy. Dan tibalah dia mengenalkan dirinya
di hadapan kelas. Dia mengucap salam, mengenalkan namanya, dan ternyata memang
benar dia blasteran Amerika! Mamanya asli Indonesia sedang ayahnya dari
Amerika, namun aneh namanya kok Muslim banget ya? Aku aja yang ada keturunan
Arabnya biasa aja, Rivira Aisyatun Nisa, sebenernya umi sih yang kekeh banget
pengen ada Aisyahnya, karena umi suka banget sama sosok istri Rosululloh yang
satu ini.
Semakin hari
kekagumanku semakin bertambah padanya. Dan aku kira ini wajar karena siapapun
akan kagum pada seorang bule yang religius banget dan akhlaknya mulia. Dia juga
memang benar berprestasi, terbukti posisi aku aja kegeser nih, dari peringkat
satu jadi peringkat dua! Dan entah mengapa setiap ketemu sama dia aku jadi malu
dan berusaha untuk menghindarinya, aduh gimana nanti pas ada kerja kelompok
sama dia? Ya Alloh mudah-mudahan aku nggak pernah satu kelompok sama dia.
Tapi Alloh mempunyai rencana lain untukku! Ada sebuah peristiwa
dimana aku memahami ukhuwah ini dengan benar karena dia. Tapi sekali lagi
kekagumanku padanya memang beralasan yang wajar. Dalam kelompok ia sangat
bertanggungjawab dan toleran. Tidak mendominasi dan tidak pula acuh pada
kelompoknya karena kesibukannya. Terbukti dalam satu kelas, kelompok kamilah
yang mendapatkan nilai yang tertinggi bahkan gurunya bilang kami kelompok
terbaik dalam beberapa kelas yang lain.
Raihan seorang aktivis
dakwah di sekolah, ia seorang rohis. Ternyata dia juga mengikuti organisasi
Islam diluar sekolah. Pertanyaan besarku terungkap tentang sejarah
keislamannya. Rupa yang Alloh titipkan padanya, juga prestasi,
harta dan ilmu tak membuatnya sombong, apalagi dia seorang berdarah yang
notabennya sangat berbeda dengan budaya Islam. Jika dia memang muallaf sungguh
luar biasa, aku iri dengan akhlaknya yang sebaik itu, pasti orang tuanya bukan
orang tua yang biasa! Sampai bisa sesukses itu mencetak seorang anak yang
sholeh dan menginspirasi.
Hari ini adalah bagian
pengajian rutin di desa sebelah. Dan umi mengajakku seperti biasanya, namun
dengan semangat yang tak seperti biasanya. Kata umi sih karena akan ada KH.
Muhammad Ali Al-Farisi... loh kok namanya hampir sama dengan nama lengkap
Raihan ya? Apa mereka mempunyai hubungan keluarga? Seperti biasa umi telah
menyiapkan gamis dan jilbab panjang untukku. Aku awalnya tak mengetahui mengapa
harus memakai gamis dan jilbab yang lebar! Ya aku hanya menurut karena aku kira
ini memang salah satu adat karena aku keturunan seorang Arab yang begitu
dihormati didaerah ini. Tanpa tahu ada sebuah harga mahal nan mulia bagiku
dalam hijab ini. Entah mengapa, aku paling pantang membuat umi bersedih karena
aku menolak keinginannya, mungkin karena abi sebelum meninggal selalu
mengamanatkan padaku untuk selalu menurut pada umi, ya selagi itu benar. Dan
memang semua yang umi perintahkan selalu benar dan membawa dalilnya dari Al-Qur’an
dan Hadits.
Sampai tibalah aku di
mesjid agung yang begitu dihormati dan menjadi kebanggaan masyarakat dan umat
muslim disini. Saat mencari tempat duduk yang nyaman dan dekat dengan panggung,
terlihat sosok Raihan bersama seorang ulama yang begitu dihormati. Ya dialah
romo KH. Muhammad Ali Al-Farisi, oh... atau mungkin Raihan itu anak kandungnya?
Eh tapi kan katanya ayahnya orang Amerika. Aduh,,, jadi bingung, eh kok jadi
mikirin hal itu sih?! Setelah duduk dekat umi dan tibalah romo KH. Muhammad Ali
menyampaikan tausyiahnya. Umi pun bersama ibu-ibu lainnya mengeluarkan buku
catatan untuk menulis point penting materi dakwah. Dan materi dakwahnya bukan
mengenai aqidah, akhlak atau fiqih ibadah.
Namun beliau
menceritakan kisah nyata seorang anak kecil laki-laki yang mendapat hidayah
dari Alloh berupa Islam. Dia seorang anak yang mempunyai rasa ingin
tahu yang besar pada Islam dan Alloh dalam Islam, juga nama Muhammad
dalam Islam. Padahal dia adalah seorang
anak yang terlahir dari keluarga non muslim, namun karena hidayah Alloh datang lewat seorang gadis kecil padanya. Dan akhirnya
anak itu pun mulai belajar Islam dengan sembunyi-sembunyi dengan meminjam buku
Islam di perpustakaan sekolah. Sampai beberapa bulan hal itu dilakukannya,
sampai ibunya mengetahui hal itu dan kedua orang tuanya menyerahkan hak
beragama pada anaknya, dan akhirnya beberapa tahun kemudian kedua orang tuanya
juga memeluk Islam.
Disana Romo KH. Ali
menekankan hidayah bisa datang dari mana saja, sampai seorang anak kecil mampu
membuat kedua orang tuanya memeluk Islam. Anak kecil ini menunjukkan kepada
kedua orang tuanya mengapa Islam begitu menarik hatinya. Islam mengajarkannya
berbakti pada orang tuanya, dengan bahasa yang santun, sikap yang hormat dan
berprestasi lebih dibanding anak lain seusianya. Anak ini selalu menceritakan
bagaimana Alloh Yang Maha Baik mencintainya setiap hari, terlebih
bagaimana idolanya yakni Rosululloh memperjuangkan Islam.
Orang tuanya tak bisa
memarahi atau menolak mendengarkan ceritanya, mereka seolah terbius dan semakin
tertarik mengetahuinya. Terlebih agama Islam ini mudah mereka terima oleh hati
dan akal mereka, dan anaknya sering minta dibacakan terjemah Al-Qur’an yang
secara tak langsung membuat orang tuanya berinteraksi dengan Al-Qur’an. Dan
romo KH. Ali pun memanggil anak kecil tersebut untuk naik ke panggung... Dan
semua jama’ah menunggu siapa yang akan naik ke panggung, mata mereka semua
tertuju pada bagian belakang panggung, aku juga jujur sangat penasaran dan
begitu malu karena anak kecil itu lebih baik dariku...
Dan secara pelan tapi
pasti muncullah sosok anak kecil itu yang berubah menjadi pemuda berjubah putih
dan berselendang sorban dengan wajah bulenya... ya dialah Raihan! Dengan
ucapkan assalaamu’alaikum ia membuat semua orang bersemangat membalas salamnya,
hmmm ibu-ibu yang punya anak gadis pun ramai disekitarku membicarakan kealiman
dan ketampanannya. Dan aku lihat umi hanya menangis dan sesekali mengusap air
mata itu. Umi bilang bahwa umi terharu dan sangat bersyukur atas karunia Alloh karena hidup dalam rahim Islam. Namun disisi lain umi
merasa sangat jauh tertinggal untuk menjadi muslimah yang kaffah. Aku tersenyum
dan memeluk umi, dan aku tahu sekarang mengapa abi sangat mencintai umi... hati
umi begitu lembut, dan pandai membuat semua orang memahami ilmu yang umi
sampaikan dengan hati...
Namun yang membuatku
terkejut saat umi bilang bahwa umi seperti mengenal pemuda itu, bagaimana bisa?
Namun umi melupakan dugaan itu dan langsung menyimak kembali.
“Perkenalkan nama saya Muhammad Raihan Al-farisi,
namun nama saya sebelumnya adalah George
Robert Pattinson, nama saya yang sekarang adalah pemberian dari romo KH.
Muhammad Ali Al-Farisi atas permintaan saya. Sungguh saya tak sebaik apa yang
telah pak kyai sampaikan, anda semua jauh lebih baik dari saya yang jahil ini.
Bersyukurnya saya, karena semua urusan orang muslim adalah baik...”, Dia begitu
tawadhu, dan ramah senyum. Astagfirulloh... kenapa aku jadi terus
memandanginya?! Ya Alloh ampuni hamba! Tanpa sadar aku
tersenyum memandangnya, tapi diri ini terus membela diri agar terus
memandangnya.
Nafsu terus mencari alasan untuk cenderung padanya,
akhirnya yang ada hanya kesal pada diri sendiri!!! Awalnya aku begitu kesal
padanya karena para gadis di sekolah begitu memujinya dan mengaguminya secara
berlebihan. Dan dimanakah aku sekarang? “Haha... kena kamu Rivira! Kamu mulai
suka kan sama dia? Gak salah juga kok kalau kamu suka sama dia, dia sholeh,
ganteng, baik dan pinter...” bisik nafsuku. Aku segera menepis godaan itu dan
mencoba untuk melupakan ketertarikanku padanya.
*****
Akhirnya tiba dadaku
berdegup untuk lebih kencang lagi! Karena, tak sengaja aku mendengar bahwa
Raihan menyukai seorang gadis. Perbincangan itu ramai di sekolah, dan para
gadis penasaran siapa wanita yang beruntung itu?! Dan tak lama kemudian, berita
ini bertambah menggetarkan saat tahu siapa sosok wanita itu. Ia adalah seorang
wanita bercadar, seorang putri dari Kyai ternama di kota ini. Hm, sekarang aku
tahu siapa wanita ini. Memang usianya lebih dewasa bila dibanding dengan
Raihan, dan tampaknya mereka akan dijodohkan sebentar lagi! Aku semakin
penasaran dengan sosok wanita ini, aku kira pastilah ia seorang yang sangat
shalihah dan cantik luar bathin. Ya aku terus termotivasi oleh wanita ini... ia
jago kaligrafi, menguasai bahasa Arab dan bahasa Inggris... dan sedang belajar
di sekolah tahfidz Al-Qur’an... Masya Alloh aku jadi semakin malu pada diriku
sendiri... aku jadi tersenyum sendiri dan mendo’akan agar Raihan memang benar
berjodoh dengan wanita itu.
Dari sana aku mulai
belajar menepis segala rasa ini pada Raihan, aku mempunyai alasan untuk merubah
rasa dan harapku padanya. Namun sikapku ini jadi agak acuh dan cuek pada setiap
teman lelaki... aku tak mau dekat lebih dari kata teman... biarlah rasa ini
semakin lama akan terkubur dan mati dengan sendirinya... ya Alloh hapuskanlah rasa ini, yang hanya akan membuat hamba
memikirkan sesuatu yang bukan hak hamba... aku jadi mulai ingin berubah lebih
jauh, mungkin karena termotivasi oleh sosok wanita yang Raihan sukai. Tidak!
Bukan karena aku ingin menjadi sosok yang Raihan sukai, namun aku ingin menjadi
wanita yang pantas menyandang gelar muslimah.
Hingga tak aku sadari
aku telah lulus dari sekolah SMA ini... mungkin aku terlalu fokus dan ambisius
dengan target baruku... Hingga aku alhamdulillah berhasil mendapatkan kembali
bintang kelas... Raihan tersenyum dan mengucapkan selamat padaku... aku pun
tersenyum dan menganggukkan kepala... aku juga kembali mengucapkan selamat
padanya dan ia tersenyum dan berlalu dengan sahabatnya... dari sana aku tak
pernah bertemu dengannya lagi... aku dengar dari sahabatnya, bahwa ia
mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Madinah. Masya Alloh... dia semakin hebat dalam urusan agama dan
pendidikannya... aku hanya mendo’akan agar ia sukses dan kembali untuk
membangun peradaban umat yang bertakwa.
*****
Hingga tiba aku disini,,, hidup bahagia bersama umi dan
sahabat-sahabat baikku... juga sejuta target baruku lagi... aku tak ingin jadi
orang pemalas lagi, seorang yang plin-plan dan merugikan orang lain... dan ada
sebuah perubahan baru pada diriku! Bismillah,,, sejak seminggu yang lalu aku
berazam untuk berniqob. Umi juga mendukungku dengan membantuku mencarikan gamis
yang sepasang dengan niqobnya... awalnya agak sedikit risih dan repot... tapi
sebelumnya aku sering pakai masker bila berkendara jadi sedikit bisa
menyesuaikan dengan niqob ini. Alhamdulillah... di kampus ini juga sudah banyak
yang berniqob, jadi lingkungannya juga mendukung, alhamdulillah...!
Aku kira orang-orang bila bertemu denganku akan sedikit canggung
atau menatapku sinis dan bla bla bla... tapi subhaanalloh semua diluar dugaanku!
Semua bersikap lebih baik padaku, walau ada tatapan yang mungkin agak berbeda
dari biasanya. Dalam beberapa hari pun namaku jadi populer di kampus... semua
niat ini bermula saat aku sering membaca kisah para muslimah yang berniat
bercadar... terlebih aku seorang keturunan Arab, jadi kalau lihat para muslimah
di Makkah semua bercadar,,, em jadi tambah suka deh! Lihatnya itu, gimana ya,
mereka seolah membuatku terpana dan jatuh cinta pada mereka. Akhlak mereka,
body language mereka, dan banyak lagi.
Entah mengapa, setelah beberapa bulan aku berniqob, sudah ada
beberapa ikhwan yang berniat baik untuk mengkhitbahku. Jujur aku kaget! Karena
aku tak pernah mengenal mereka... namun bila berjodoh mengapa tidak? Tapi...
selalu saja kalau masalah jodoh, hati ini teringat pada Raihan... sosok pemuda
yang pernah aku kagumi dahulu. Astagfirulloh...! aku harus bisa lepas dari ini
semua... mungkin Raihan sudah menikah dengan wanita itu... aku hanya berusaha
menekankan itu agar aku bisa melupakannya. Beberapa bulan kemudian umi mengajak
aku untuk menengok persalinan cucu Kyai yang ternama itu. Aku langsung
terbayang wajah Raihan menggendong seorang bayi dan seorang wanita
disampingnya. Aku pun langsung mengangguk.
Dan ternyata setelah sampai disana lelaki yang disamping wanita
itu bukanlah Raihan... ternyata itu Yusuf, sahabat dekatnya Raihan... ada
sebuah rasa bahagia dan penasaran atas Raihan, hem jadi reunian akhirnya...
tapi kok aneh ya... bukannya dulu Raihan yang akan dijodohkan dengan wanita
itu? Namun saat aku akan pulang, Yusuf bertanya padaku, apakah aku suka
berkomunikasi dengan Raihan atau tidak? Akhirnya dalam perjalanan pulang, jadi
terpikir kembali, apa hubungannya...? sebenarnya dari dulu aku tak pernah
berkomunikasi langsung lewat hp atau yang lainnya. Hanya berkomunikasi bila di
sekolah saja.
Alhamdulillah... tanpa terasa aku sudah menyandang gelar S1 sebagai
guru bahasa Arab. Dan aku juga sudah mendapat tawaran bekerja di Boarding
Islamic School di dekat daerahku, memang umi mengenal si pemilik yayasan,,,
jadi alhamdulillah bisa langsung bekerja... hari-hariku sibuk dengan mengajar
dan menulis banyak artikel Islam... juga menjadi seorang murobiyah menggantikan
peran umi... Umi juga sempat bertanya, kapan aku menikah??? Umi rasanya sudah
sangat tua dan ingin segera menggendong cucu... hem jadi lucu rasanya. Aku punya
calon saja belum, umi sudah bilang mau punya cucu. Mungkin karena selalu
terpikirkan hal itu, sudah beberapa hari ini aku selalu bermimpi berdampingan dengan
seorang lelaki di depan masjidil haram. Subhaanalloh ya Alloh...
selalu terharu dan terisak saat mengingatnya, aku ingin sekali pergi ke tanah
suci, apakah itu umrah atau haji. Oh iya, aku kan punya keluarga dari abi
disana... sudah lama sekali tidak bertemu dengan kakek dan nenek... selama ini
hanya berkomunikasi lewat telfon saja.
Akhirnya setelah mengumpulkan uang, aku dan umi alhamdulillah
bisa pergi ke makkah untuk bersilaturahmi dengan keluarga abi disana. Saat di
perjalanan dari bandara menuju ke rumah kakek dan nenek, didepan mobil yang aku
dan umi tumpangi ternyata ada sebuah kecelakaan. Sontak mobil di rem mendadak,
aku dan umi kaget dan bertanya pada supir nenek. Ternyata didepan ada seorang
lelaki yang tertabrak mobil... inna lillahi... dan lelaki itu tertabrak mobil
demi menyelamatkan seorang anak yatim piatu yang sedang menyeberang jalan.
Masya Alloh... sungguh mulia
pengorbanannya... semoga Alloh
menyelamatkannya aamiin. Aku pun sempat melihat orang-orang yang menggopohnya
menuju ambulance, baju putihnya penuh dengan darah dari kepalanya.
Setelah tiba, aku dan umi disambut sangat baik oleh kakek dan nenek...
mereka memelukku dengan erat dan kami dijamu dengan sangat baik di rumah itu.
Masya Alloh... sudah hampir 16 tahun
yang lalu aku tidak menginjak tanah suci makkah ini... akhirnya selama beberapa
hari ini aku sempatkan untuk setiap shalat pergi ke masjidil haram. Ya Alloh... ni’mat sekali rasanya
beribadah di tanah suci makkah al-mukarromah ini... andai hamba tinggal disini
ya Alloh... hem mungkin insya Alloh hamba akan lebih baik
lagi... umi yang ada disampingku mengingatkan agar aku memohon didekatkan jodoh
dan segera menikah... setelah aku berdo’a... tepat didepan mataku ada seorang
lelaki yang digopoh dua lelaki lainnya tengah menuntun tangannya dalam
berjalan... ya Alloh, kenapa dia? Dia sedang
sakit mungkin ya? Ya Alloh...
dia yang sedang sakit saja berusaha untuk bisa datang memenuhi panggilan-Mu ya
Robb... dalam rasa sakit dan ketidakmampuannya ia datang pada-Mu...
Alhamdulillah, setelah hampir dua minggu aku dan umi pulang ke
Indonesia. Sangat sedih rasanya,,, harus meninggalkan rumah Alloh dan tanah suci makkah
dengan segala keberkahan dan kemuliaannya. Juga keluarga besarku disana... jagalah
mereka ya Alloh, aamiin. Namun aku disini
mempunyai tanggung jawab... dan aku harus kembali lagi bekerja. Setelah tiba
dirumah, aku dikagetkan dengan dua orang tamu... beliau ini adalah sahabatnya
umi, dan salah satu dari mereka sangat asing bagiku... ternyata mereka bertanya
pada umi tentang diriku. Mereka bermaksud menjodohkan aku dengan seorang
pemuda.
Mereka membawa data dirinya dengan lengkap, dimulai foto,
biodata dan... seorang ibu yang tak aku kenali ternyata ia adalah ibunya... hem
masya Alloh,,, jadi malu rasanya. Umi
menyampaikan maksud baik mereka, terlebih sahabat umi ini adalah istrinya Romo
kyai Ali. Jadi umi sangat bersemangat sekali dan segera menyarankan aku untuk
menerimanya. Lalu umi memberikan sebuah kotak yang berisi data dirinya... aku
hanya melihatnya dari meja kerjaku... tak ku sangka umi jua sudah memberikan
data diriku yang lengkap. Aneh, aneh sekali rasanya! Kenapa umi seolah-olah
terburu-buru seperti ini, aku jadi keburu ilfeel duluan,,, akhirnya aku belum
mau membuka kotak kecil itu.
“Sebenarnya umi dan mamanya Faris sudah lama saling mengenal, ia
teman SMA umi dulu. Dan beberapa bulan ini mamanya menyampaikan bahwa anak
lelakinya yang tengah kuliah di timur tengah akan segera pulang, namun kabarnya
anaknya tengah ada halangan jadi belum bisa pulang secepatnya. Jadi kamu lihat
dulu saja data dirinya dan fotonya, umi kira ia sangat cocok untukmu...” ucap
umi dengan lambaian senyum di pintu. Huh... membuang nafas panjang dan menatap
kotak itu. Akhirnya setelah shalat qiyamul lail aku niatkan bismillah untuk
membuka kotak itu. Kotaknya begitu wangi, dan warnanya indah... warna hijau
tua.
Saat aku membuka lipatan kertas dan mulai membaca biodatanya,
betapa kaget hati dan tanpa terasa air mata ini menetes diatas permadani.
Namanya adalah Muhammad Raihan Al-farisi, dan langsung aku melihat fotonya...
ya Alloh ini sungguh dia,,, aku
langsung bersujud dan mengucap syukur dengan isakan tangis... ya Alloh... semuanya serasa mimpi,
jika benar mimpi... hamba mohon semoga ini tak berakhir... segera aku sambung dengan
shalat istikharah untuk meminta jawaban dan membulatkan hati ini.
Setelah beberapa hari... saat aku akan memberikan jawabanku pada
umi, mamanya Raihan datang ke rumahku dengan ditemani Romo Ali dan istrinya.
Aku sempat mendengar ucapan mamanya Raihan, “Maaf sekali umi,,, bukan niat
mempermainkan niat suci ini. Namun ada yang harus kami sampaikan berhubungan
dengan niat khitbah dari anak saya. Satu bulan yang lalu, saat Faris akan
pulang dari Makkah, di perjalanan ia mengalami kecelakaan. Ia tertabrak mobil
dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Dan... Faris harus kehilangan
penglihatannya. Jujur,,, saya tidak mengetahui hari itu Faris kecelakaan.
Karena Faris beberapa hari tak sadarkan diri, dan akhirnya ia pulang ditemani
oleh temannya. Namun sungguh niat kami untuk mengkhitbah anak umi sangat
serius. Faris telah setuju untuk saya jodohkan dengan anak umi yang shalihah
ini.
Namun saya memberi tahu ini, agar umi dan keluarga sekiranya
kembali mempertimbangkan atas niat baik dari keluarga saya. Karena sekarang
keadaan Faris berbeda, sekarang ia menjadi buta... mungkin nak Aisyah tak
berkenan... Insya Alloh Faris dan keluarga akan
menerima dengan lapang dada.” Sendu mamanya Raihan. Akhirnya aku masuk ke ruang
tamu dengan membawa hidangan. Suasana berubah jadi tegang dan aku suguhkan
hidangan itu. Langsung Romo menyampaikan maksudnya, aku hanya menunduk...
mamanya Raihan menganggap reaksiku sebagai penolakan... beliau terus meminta
maaf dan berdo’a semoga aku mendapatkan ganti yang lebih baik.
Aku kaget dan memegang tangannya, “Maaf bu... saya belum
menyampaikan atas jawaban saya. Atas izin Alloh,
saya menerima niat baik Faris dan keluarga ibu. Dan saya dengan mengharap ridho-Nya, menerima niat khitbah
dari Faris...” teguhku pada mamanya Raihan. “Tapi nak, Faris sekarang adalah
seorang yang buta! Apa itu tidak mengubah jawabanmu? Lebih baik jujurlah nak, nak
pantas mendapatkan yang lebih baik dari anak ibu...” ujarnya dengan
berkaca-kaca. “Wallohi saya tidak terpaksa bu,
matanya memang tidak dapat melihat dunia ini, tapi hati dan agamanya dapat
melihat dunia dengan lebih baik. Saya memilihnya, bukan karena atas dasar fisik
saja, namun yang utama adalah karena agamanya bu...” dengan rasa sakit di hati
karena menahan tangisanku. Mamanya langsung memelukku dan berterimakasih
padaku.
Andai mamanya tahu,,, harusnya aku yang berterimakasih... karena
sebenarnya Faris (Raihan) bisa mendapatkan yang lebih baik dariku yang hina
ini. Ia bagai cahaya yang membawaku pada oasis dikala aku tengah sangat
kehausan. Aku tak perduli, walau ia buta, bahkan tuli atau hal lainnya. Asalkan
agama, tak ia hilangkan... tak ia luputkan... entah mengapa, Alloh seolah tanamkan keikhlasan
pada hati ini... aku tak ragu untuk menikah dengannya... justru aku ragu apakah
bila ia tahu siapa aku sebenarnya...? Akhirnya acara khitbah telah dijalani,
aku beberapa kali melihatnya, dan sungguh tak dapat aku tahan ledakan tangisku
ini. Tak tahan melihatnya seperti ini, ia memakai tongkat dan berjalan dengan
terkaku.
Namun senyuman selalu menghiasi wajahnya yang teduh. Dan sampailah
aku di pelaminan bersamanya... rasa syukur, bahagia, dan khidmat mengalir
didadaku saat ia mengikrarkan ijab qabul... dan kata syah pun menyambut... jika
ia tahu... mungkin dia akan sembunyikan wajahnya dariku! Aku terus menatapnya,
aku lihat dari kamar, beberapa kali air matanya terjatuh dan segera ia usap
lalu tersenyum. Wahai imamku, izinkanlah daku untuk jadi matamu... bukan
kasihan semata yang ku beri namun ketulusan karena Alloh yang aku beri.
Malam semakin memelukku dalam kedinginan, dan bulan terlihat
jelas menggantung di langit... Sering ku lihat ia terdiam, dan bersedih...
setelah tamu mulai pulang dan tibalah saat aku berdua dengannya di meja makan.
Aku ucapkan salam padanya dengan lembut, ia segera membalas salam dan
membalikkan wajahnya padaku. Aku memegang tangan kanannya yang dingin dan
tangan kirinya memegang tanganku. Ia tersenyum dan berucap penuh kasih sayang
padaku... Aku meminta maaf dan tanganku membersihkan sisa makanan yang ada
didekat bibirnya.
Ia tertawa renyah dan memegang tanganku... “Kalau aku tidak buta
mungkin aku harus mencari alasan lain untuk memegang tangan seorang bidadari
jelita ini...” rayunya. Aku pun tertawa dan ia terkejut... “Dik, aku serasa
mengenal suara tawamu itu...”. Aku terdiam dan membalasnya. “Benarkah? Jika
demikian, siapakah aku?”. Dia mengerutkan keningnya dan berkata, “Hm... mungkin
aku salah mengira...”. Hem aku kira dia akan berhasil menebakku siapa... tapi
jadi malu juga nanti kalau dia tahu siapa aku.
Akhirnya aku mengobrol dengannya... memang sungguh ni’mat
pacaran setelah menikah... Dan tiba saat dia menceritakan kecelakannya yang
merenggut penglihatannya. Aku meneteskan air mata dan mengenai tangannya,
segera ia memegang wajahku dan merasakan niqobku yang basah... ia memintaku
untuk berhenti menangis, karena ia paling tidak tahan melihat wanita yang ia
sayangi menangis... “Dik, berkenankah adik membuka niqobnya...?” pintanya. Aku
pun membuka niqobku, ia lalu mengusap air mataku dengan tangannya dan memintaku
untuk kuat dan shabar. Yang membuatku tak tahan untuk menangis, ternyata lelaki
yang tertabrak didepan mobil yang aku tumpangi dulu di makkah adalah Raihan
suamiku... ya Alloh sakitnya hati ini, aku
jelas melihat bagaimana darah membanjiri tubuhya demi menyelamatkan seorang
anak yang tak ia kenali.
Dan... lelaki yang
digopoh di masjidil harom itu... ternyata juga suamiku, Raihan... masya Alloh... Alloh telah pertemukan kami dua
kali di makkah. Inikah yang namanya takdir, sungguh beruntung aku bersuamikan
dia... dia juga ceritakan bahwa ia adalah seorang muallaf... semua itu semakin
melekatkan hatiku adanya,,, aku peluk dan dekap lengan kanannya. Ia tersenyum
dan mencium keningku...
“Dik, saat di masjidil harom... aku berdo’a agar Alloh mengabulkan do’aku. Dan
salah satunya adalah agar seorang wanita yang akan aku khitbah semoga ia dapat
menerimaku,,, seorang wanita yang begitu shalihah,,, mama dan romo sangat
berharap aku berjodoh dengannya. Lalu sampailah data diri dan fotonya. Walau
aku belum melihat wajahnya, namun lewat data diri dan istikharahku... semua
condong padanya... Dan yang membuat aku kagum padanya, ia menerima segala
kekuranganku,,, ia terima aku sebagai imamnya,,, sungguh beruntungnya aku
mendapatkan bidadari tak bersayap ini...” bahagianya. “Apa engkau
mencintainya...?” tanyaku. “Mencintainya? tidak....” dengan tertawa. Aku kaget
dan panik, ”Jadi,,, engkau tidak mencintainya? Lalu mengapa kakak menikahinya?”
dengan nada sedikit sebal. Dia tertawa, “Jadi begini ya rasanya menjahili
seorang bidadari, tentu aku tidak mencintainya... dengan sedikit... tak dapat
aku gambarkan dengan ukuran duniawi,,, karena ini hanya dapat dirasa di hati...”
lembutnya.
Lalu aku berbicara agak pelan padanya, “Duhai imamku, bolehkah
aku jujur padamu...?”. “Tentu, silahkan sayang...”. Sebenarnya aku ingin
menikah dengan seseorang yang aku kenali di sekolah. Jujur, aku sangat berharap
padanya...” tegasku. “Lalu mengapa engkau mau menikah denganku? Maafkan aku...”
tanyanya dengan lemas. “Mengapa kakak meminta maaf? Harusnya aku yang
berterimakasih,,, karena kakak berkenan hadir di kehidupanku lagi untuk yang
kedua kalinya...”. “Apa maksudmu, dik?” resahnya. “Karena, seseorang itu adalah
kakak... Muhammad Raihan Al-Farisi... George Robert Pattinson...”. “Subhaanalloh... jadi kita pernah satu
sekolah dik?” tanyanya dengan kuat. “Benar imamku,,, kita bahkan satu kelas...”
jelasku padanya. Cukup lama ia terdiam... dan tersenyum kemudian. “Apa engkau
adalah Humairo? Si gadis yang pipinya kemerah-merahan...? Si gadis keturunan
Arab yang menjadi saingan bintang kelasku? Gadis yang telah lama jadi dambaanku
dulu,,, dan selalu ku selipkan namanya di setiap do’aku agar aku bisa bertemu
lagi dengannya di pelaminan...”.
Sungguh aku terpaku kala
mendengar ucapannya, tak ku sangka bahwa dari dulu ia juga pendam rasa yang
sama denganku. Rasa itu ia jaga, agar syaitan tak mengubahnya menjadi cinta
buta, cinta monyet dan cinta yang maksiat. Ia jaga rasa itu sampai Alloh jua yang sampaikan rasa
itu sekarang padaku, betapa aku terharu! Ia mencintaiku melebihi apa yang aku
kira... aku memandangnya sayu nan bahagia. Segera ia bangunkan lamunanku dengan
sentuhan tangannya, lalu aku tanyakan masalah isu bahwa ia menyukai seorang
wanita bercadar sang putri kyai ternama. Dan apa reaksinya dalam menanggapi pertanyaanku
itu? Ia malah tersenyum dan membelai pipiku. Aku tersenyum membalasnya, sontak
aku kaget saat ia berkata, “Senyum kamu sangat indah sayangku! Walau aku belum
bisa memandang langsung wajah dan senyummu lagi, tapi... hatiku dapat
mengenalimu dengan baik. Sampai bisa memandangmu tanpa mata ini...” ucapnya
padaku.
Bagaimana ia tahu bahwa aku membalas senyumnya, masya Alloh memang Alloh telah mengkaruniakan
banyak kelebihan dibalik kekurangan seseorang. Ia jadi lebih peka! Lalu
tubuhnya bersandar pada kursi, “Dulu aku memang pernah menyukainya, tapi aku telah
lama mengagumi seorang gadis kecil yang aku temui di Mesir... sebenarnya ia
salah satu washiilah mengapa aku ingin lebih mengenal Islam sampai akhirnya aku
menjadi mu’allaf. Namanya Nisa, ia seorang anak keturunan Arab... ia berpakaian
sangat tertutup dan keluar dari mesjid dengan abinya yang seorang keturunan
Arab. Ia mengucap kata Alloh
dalam perbincangan bersama abinya, dan entah mengapa anak kecil itu begitu
mirip dengan adik...” resahnya.
Keringat dinginku keluar dan air mata ini pecah tak dapat tertampung
jua. “Wahai imamku, hari itu adalah hari pada akhir bulan Ramadhan, ba’da
shalat ashar... gadis kecil itu keluar mesjid bersama abinya dan sepanjang
jalan menghafalkan asmaa’ul husnaa. Ia lihat ada seorang anak laki-laki yang
berada didalam mobil sedang melihatnya. Lalu anak laki-laki itu segera menunduk
dan kembali membaca komik”. Ku lihat suamiku mengerutkan dahinya, “Darimana
adik tahu? Kejadianya memang persis seperti itu...!” tegasnya. “Menurutmu Nisa
tahu darimana, wahai suamiku?!” godaku padanya. “Tentu ia tahu dari dirinya
sendiri, lalu...” terawangnya. Aku lalu mencium tangan suamiku dan berbisik
padanya, “Sungguh... Alloh
adalah sebaik-baik pengatur kehidupan, Alloh
telah pertemukan kembali Nisa dan George dalam ridho-Nya. Nisa adalah Rivira, dan
Rivira adalah Aisyah, dan mereka semua adalah orang yang sama, dan sekarang Rivira
‘Aisyatun Nisa tengah duduk bersamamu disini suamiku...” rengkuhku padanya
dalam balutan syukur dan rasa haru yang tak percaya bahwa Alloh telah aturkan semua ini.
Tidak hanya haqqul yaqiin, namun sekarang Alloh
jadikan ‘ainul yaqiin.
Tubuhnya lemas lunglai dan ia bersujud di lantai dingin. Aku pun
merangkulnya dengan mengucap rasa syukur... ia memelukku dengan hangat dengan
pujinya pada Alloh. Ini sungguh indah, dimana
Alloh akan beri apapun apa yang
kita pinta, namun semua pada waktunya. Alloh
bahkan telah sediakan apa yang lebih baik dari apa yang kita harap,
percayalah,,, jagalah hati untuk-Nya...
dalam syari’at agama-Nya.
Bila Alloh telah jatuh cinta pada-Mu,
maka bila dunia dan seisinya ditimbang untuk diberikan padamu takkan pernah
terukur dan sebanding. Ini ujian yang tersembunyi, dimana aku harus bersyukur
dan tak lalai dalam semua cita dan cintaku di dunia.
“Subhaanalloh,
walhamdulillah... sungguh Alloh
Maha Kuasa atas segala sesuatu... selama ini aku selalu berharap untuk dapat
bertemu lagi dengan gadis kecil itu. Ingin aku sampaikan terima kasih karena
suara indahnya dalam lafadz “Alloh”
telah menghidupkan hati ini menuju Tuhan yang sebenarnya. Dari sana, hati ini
terus bertanya, siapakah Alloh
itu? Sampai tiba cahaya hidayah dari Alloh
untuk mengangkat diri ini untuk berada di majelisnya. Masya Alloh, alhamdulillah...” isaknya
dalam pelukanku. Ya Alloh,
ternyata dibalik karakternya yang ramah senyum dan tegar... ia adalah seorang lelaki yang
hatinya begitu lembut, ucapannya dapat menyentuh jiwa... em tapi masa alasannya
karena itu saja. Lalu aku bertanya kembali padanya, “Apa hanya itu saja, alasan
kenapa tidak mengkhitbah akhwat itu...?” gertakku.
Rasa suka belum berarti merujuk pada niat untuk mengkhitbah kan,
dik? Suka karena ia rajin beribadah, pandai kaligrafi... dan hal baik lainnya.
Dan akhwat itu sudah dikhitbah oleh sahabat baikku. Aku tersenyum karena aku
tak salah telah mengaguminya dulu,,, semakin hari dan semakin lama aku hidup
bersamanya... aku merasakan apa yang telah dijanjikan oleh Alloh. Janji itu adalah sakinah
dalam berumah tangga, dan bonusnya adalah mawaddah wa rohmah! Ia adalah
kekasihku, ia adalah murobbiku, ia adalah imamku, dan ia adalah belahan
jiwaku... ia partner terbaikku, bila aku sedang memasak, ia datang ke dapur dan
membantuku sebisanya. Bila sedang mengerjakan pekerjaan rumah lainnya, ia
datang dan berujar, bahwa Rosululloh SAW juga kalau dirumah suka membantu tugas
istrinya. Ia curahkan waktunya bagiku dengan baik, ia tunaikan haq lahir dan
batinku dengan sesuai syari’at agama...
*****
Bila kami bertemu dalam lamanya beberapa waktu, ia selalu
mengecup keningku dan berucap cinta, selalu Alloh kabulkan pintaku dulu saat inginkan seorang yang romantis... namun
bila ada masalah, terkadang ia selalu pendam sendiri, dan menyelesaikannya
sendiri. Ia ucap, karena tak ingin menyusahkan aku, dan insya Alloh ia bisa menyelesaikannya
secepatnya. Tetap saja, batin seorang istri selalu khawatir dan resah... ingin
sekali membantunya dan sekedar menjadi teman curhatnya. Tapi aku sangat
menghargai keputusannya dan keinginan dalam masalah pribadinya. Sampai penyakit
jailku kambuh lagi, dimana aku lihat ia sedang mendengarkan berita di kamar. Lalu
aku memanggilnya berulang kali, ia terkejut dan segera mematikan televisi. Ia
dengarkan dengan seksama suaraku, ia segera menyahut dan mencariku. Segera aku
berjalan ke dapur dan bersembunyi disana. Ia begitu pandai berjalan tanpa
tongkat dan mencariku. Tapi aneh kenapa abi tidak memanggilku lagi ya? Apa ia
tidak kenapa-napa? Batinku bergejolak dan ingin segera mencarinya namun
bagaimana jika ia menemukanku? Iiih memalukan banget sih!!! Main
kucing-kucingan, bisikku dalam hati. Saat aku akan berbalik ada tubuh yang
memelukku.
Benar! Ia adalah abi. “Umi mau kemana, hem??? Sekarang abi telah
menemukan umi, walau dalam kegelapan mata ini” mesranya. Aku terkejut dan heran
bagaimana bisa abi dengan cepatnya menemukanku? “Abi, bagaimana abi...” segera
ia sandarkan wajahnya dipundakku dari belakang dan berkata, “Bagaimana abi bisa
tahu ya? Karena bagaimana bisa wangi sang bidadari tak tercium?” rayunya
padaku. Lalu aku pun berbalik, “Hem masa abi? Umi ini wangi apa bau?” godaku.
Ia tersenyum, ”Loh emang beda ya umi?” tanyanya. “Umi ini bau abi... bau
keringat!” rengekku padanya. “Umi sayang, umi wangi kok! Abi tahu, karena umi
suka memakai minyak wangi ketika didalam rumah” belanya padaku.
*****
Alhamdulillah tanpa terasa sudah hampir lima bulan pernikahan kami.
Dan maha suci Alloh yang telah mempersatukan
kami berdua dalam ikatan yang suci ini. Ternyata kalau menikah itu serba
berkah, Dalam ibadah, rezeki dan ilmu, dll. Walau Alloh belum memberikan sebuah
amanah pada kami, yakni seorang anak namun kami selalu bersabar dan
berkhusnudzan pada-Nya. Suamiku, begitu baik dan
bertanggung jawab. Ia tak pernah mengeluh dengan kekurangannya itu. Kami juga
bekerja mengumpulkan uang untuk biaya operasi mata untuk suamiku, aku selalu
berdo’a semoga Alloh segera menyembuhkan
suamiku dan mempermudah segala urusan kami. Semakin lama, ia semakin romantis!
Pernah suatu hari, ia mengirimiku sebuah Voice Note dalam BBM.
Dan saat aku dengarkan, ternyata itu senandung cinta berbahasa arab! Masya Alloh senangnya hatiku, karena
senandung itu adalah senandung yang diciptakan oleh Sayyidina Ali kepada
Sayyidatina Fatimah. Sangat dalam ku rasakan isi senandung itu, ketulusan cinta
yang disampaikan suamiku juga sampai padaku. Selalu teringat nada rindu nan
merdunya di hati... “Uhibbuki mitslama anti... uhibbuki kaifa maa kunti... wa
mahna kana mahna shoro... anti habiibatii, habiibatii... anti habiibatii...”.
Aku pun tersenyum haru dan bersyukur. Segera aku membalas Voice Note untuknya,
“Uhibbuka mitslama anta... uhibbuka kaifa maa kunta... wa mahna kana mahna
shoro... anta habiibatii, habiibatii... anta habiibatii...”. Juga ia setiap
minggu selalu menyempatkan mengajakku ke tempat-tempat romantis... walau ia tak
dapat melihat, namun tanganku selalu mengiringnya dan mendampinginya. Ia
jadikan hariku penuh dengan ni’mat dan syukur! Ia sering memegang tanganku dan
menempelkannya dipipinya, katanya tanganku selalu wangi dan hangat, hehe
(tertawa bahagia).
Akhirnya kabar bahagia segera datang!!! Bahwa ada seorang dokter
yang sudah menemukan donor mata bagi suamiku! Dokter itu berkata bahwa donor
ini gratis, karena pihak keluarga yang telah meninggal telah mengikhlaskannya.
Masya Alloh, alhamdulillah benar-benar
telah Alloh mudahkan semuanya.
Akhirnya masa operasi aku memohon pada Alloh
agar selamatkan suamiku dan operasinya berjalan dengan lancar. Semoga suamiku
dapat melihat lagi seperti sedia kala. Beberapa jam berlalu, hatiku begitu
cemas, namun aku ingatkan diri ini agar bertawakkal, maka insya Alloh... Alloh akan cukupkan. Akhirnya
dokter pun keluar dan alhamdulillah operasinya berjalan dengan lancar. Setelah
beberapa menit aku dapat menemuinya tengah terbaring dengan lisannya yang terus
berdzikir.
Aku tersenyum dan menemaninya dan memotivasinya. Ia tersenyum
kembali dan berterimakasih. Ada rasa bahagia dan rasa deg-degan saat aku
membayangkan ia bisa melihat kembali. Namun ada sebuah kabar yang sangat
mengejutkan! Setelah beberapa lama di operasi, suamiku mengeluh sakit dan
sering tak sadarkan diri. Ya Alloh
hamba mohon selamatkanlah suami hamba, sungguh tak sampai hati melihat ia
kesakitan seperti itu! Hamba rela gantikan ia ya Alloh, setelah kebutaannya, ia sekarang harus melakukan operasi lagi
akhirnya.
Sekarang aku hanya dapat melihat ia dari kaca ini, memandangnya
tengah tertidur tak berdaya, biasanya ia selalu tak bisa tidur kalau kepalanya
belum tertidur di pangkuanku, aku selalu membelai rambutnya dengan membaca
Al-Qur’an ataupun sholawat. Ya Robbi, tak terasa air mata ini mengalir
dipipiku, aku sangat merindukannya ya Alloh!
Ingin sekali aku berada disisinya sekarang! Tiba-tiba rasa mualku tak dapat ku
tahan, aku berlari ke toilet dan umi segera menyusulku di belakang. Akhirnya
setelah aku periksakan pada dokter kandungan, alhamdulillah aku hamil... ya Alloh alhamdulillah akhirnya aku
mengandung. Wahai suamiku, andai engkau tahu bahwa sekarang aku sedang
mengandung anakmu, engkau pasti sangat bahagia. Semoga engkau segera sembuh
agar kita bisa merawat dan mendidik anak kita bersama-sama, aamiin.
*****
Tanpa terasa sudah hampir satu bulan suamiku tak sadarkan diri!
Dokter bilang mungkin ini ada kaitannya dengan kegagalan operasi mata. Aku
hanya bisa berserah diri pada-Mu ya Alloh!
Aku harus kuat! Aku tak ingin bayiku juga ikut sedih karena kabar abinya yang
sakit ini. Aku harus tetap tersenyum dan optimis. Aku pun menemuinya, ia sangat
berbeda. Badannya mulai mengurus, wajahnya begitu pucat dan... ia tak bergerak
sedikitpun. Hanya hembusan nafas saat aku sandarkan badanku disisinya. Sampai
aku tertidur disisinya, dan bermimpi tentangnya.
Abi : “Umi, bagaimana kabar umi? Umi baikkah?
Umi, abi disini sangat merindukan umi... dan juga merindukan anak kita, maaf
abi tak bisa dampingi umi...” ungkapnya dengan pilu.
Aku : “Abi... (menahan
ledakkan tangis dan tersenyum) alhamdulillah abi sudah sehat kembali! Abi, umi
juga sangat merindukan abi, dan umi ingin kembali seperti dulu... dimana kita
selalu bersama, dan ditambah dengan kehadiran anak kita!”.
Abi : “Maaf umi, abi tak
bisa segera temani umi. Karena abi...”
Aku : “Ada apa abi?” cemasku.
Abi : “Karena abi harus
menemui seseorang... ia adalah saudara abi. Ia juga ingin jumpa dengan umi...
dan saat umi berjumpa dengannya, abi harap umi menerima niat baiknya nanti... karena
itu juga harapan abi... maaf selama ini abi hanya bisa menyusahkan umi saja!
Abi tak dapat bahagiakan umi sebagaimana janji abi dahulu saat menikahi umi,
maaf umi, maafkanlah abi...” tangisnya memecah lamunanku.
Aku : “Abi...? apa maksud
abi? Abi,,, cukuplah abi bersama umi kembali. Tak perlu abi khawatirkan itu, abi
sudah lebih dari menepati janji abi pada umi dahulu”.
Abi : “Umi, janganlah
bersedih hati! Ingat Alloh
selalu bersama kita! Dunia ini hanya sementara, pertemuan kita memang singkat
sayangku, namun percayalah dihati ini hanya ada kamu sayangku! Ridho abi selalu
untukmu wahai bidadari cantikku, tetaplah jadi wanita yang dirindukan surga, ya
sayangku? Abi selalu mencintaimu, selalu merindukanmu, dan abi mencintai umi
karena Alloh, dan berpisah pun karena Alloh. Ikhlaskanlah abi
sayangku...” ucapnya sembari mencium keningku dan memelukku erat.
Saat aku terbangun ada dokter dan umi yang membangunkanku! Semua
berkumpul dan berusaha membangunkanku. Tubuh ini susah bergerak, aku lihat ada
tangan yang memelukku erat, dan tangan ini begitu harum, aku mengenali tangan
ini ya Alloh...! ini adalah tangan yang
selalu aku rindu, selalu aku cium, ini tangan suamiku... aku segera memandangnya
dan membangunkan suamiku. Setelah dokter memeriksanya, ternyata suamiku telah
memenuhi panggilan Alloh,
ya suamiku tersayang telah wafat. Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’uun, allohumma ajirnii fii mushibatii
wakhluflii khoiru minha... air mataku mengalir dan mencium tangannya yang sudah
tak akan bergerak lagi. Hampir semua orang di ruangan itu menangis dan
mendo’akan suamiku. Ia meninggal dengan keadaan tengah memelukku. Dan bukankah
ia koma, tak bisa bergerak? Namun maha suci Alloh ia memelukku dan insya Alloh
ia meninggal dalam keadaan syahid, aamiin.
Ini semua bagai mimpi... setelah tiba dirumah, akhirnya abi pulang
walau diantar oleh keluarga dan dari pihak rumah sakit. Wajah abi berseri-seri
dan abi nampak tersenyum... semua orang bilang bahwa abi meninggal dalam
keadaan husnul khotimah, dan abi sangat dirindukan dan dicintai oleh semua
orang. Sekarang disini aku tengah memandang wajah suamiku, ia begitu tampan
masya Alloh. Selalu terbayang saat ia
menggodaku, dan menghiburku. Juga... saat ia masih di SMA, wajah lugunya dan...
astagfirulloh sungguh aku terbayang semua kejadian saat bersamanya. Tolong
hamba ya Alloh... tubuh ini serasa lemas
dan tak dapat ku tahan tubuh ini. Segera aku beristigfar dan mencium keningnya.
Semua orang terharu melihatnya, bahkan ada yang meneteskan air
matanya. Alhamduillah Alloh
selalu memberikan kekuatan saat aku menyalatinya, dan mengantarnya ke tempat
peristirahatannya yang terakhir. Wahai Alloh,
ampunilah semua dosa suami hamba, sayangi ia, maafkan kesalahannya, tempatkan
ia disisi-Mu dalam sebaik-baik tempat kembali. Sungguh, ia adalah suami yang
terbaik, seorang syuhada, seorang da’i dan ummat Rosululloh yang istiqomah!
Terlihat ia dipayang dan dimasukkan ke dalam kubur, aku tak sanggup melihatnya
dan... aku pingsan di tempat.
Hariku ini sungguh melelahkan! Lelah karena sejuta bayangannya
masih ada terperangkap dalam ingatanku. Selama kami menikah, ia tak pernah
dapat melihat keindahan pernikahan kami secara lahiriyah! Namun, senyumnya
selalu menjawab semua kesedihanku terhadapnya. Ia seolah mengatakan bahwasanya ia
sangat bahagia... tak perduli apakah ia melihatnya atau tidak, namun bukankah
kepuasan dan kebahagiaan ada di hati? Kebahagiaan itu tak dapat tergambarkan
dan tidak mampu terukur dengan kata ungkapnya dahulu. Semua muridnya selalu
datang menziarahi almarhum, dan semua sahabatku juga selalu menemaniku. Dan aku
teringat pada ibunda Rosululloh SAW. Aku dapat merasakan kesedihannya, ya
sangat dalam sekali rasa ini! Dalam keadaan tengah mengandung, dimana seorang
istri sedang butuh sekali perhatian dan keberadaan sang suami disisinya, namun
suaminya Abdulloh wafat. Namun aku termotivasi oleh ibunda Aminah, ya aku harus
kuat! Aku semakin menyadari bahwa kecintaanku terhadap suamiku, dan apa yang
ada di bumi ini, di dunia ini... adalah sebuah ujian.
Bila suatu saat nanti Alloh
mengambilnya, aku harus ikhlas. Bukankah aku ingin menjadi kekasih Alloh? Maka aku harus ikhlas dan
ridho bila Alloh ingin mengujiku dengan
segala cintaku ini. Aku jalani hariku dengan menjadi mentor atau murobbiyah untuk
anak remaja di daerah sekitarku. Mereka mampu membuat hariku penuh dengan
syukur dan semangat, bahwa masih ada kewajibanku untuk mendidik dan menyayangi
generasi ummat ini. aku juga membuat usaha kecil dalam membuka hijab online.
Dan alhamdulillah sekarang sudah semakin maju dan berkah, aamiin.
*****
Muhammad Hasan Al-Farisi. Itu adalah nama anakku dengan Raihan. Alhamdulillah
aku melahirkan dengan normal dan selamat. Aku sengaja mengambil nama depan dan
akhir dari nama abinya, berharap Hasan bisa seperti abinya, dan lebih baik.
Wajahnya begitu mirip dengan abinya! Aku selalu tersenyum melihatnya, dan
menangis setelahnya. Ia harapanku yang terbesar setelah Alloh.
Aku kuat bertahan dan tegar agar selalu ada disampingnya. Menjadi
sang malaikat dunianya... setelah beberapa bulan umi mengajakku untuk pergi
umroh dan bertemu nenek kakek disana. Aku jadi teringat lagi saat aku bertemu
dengan almarhum Raihan. Namun entah mengapa, selama disini aku kuat dan tidak
menangis! Seolah Alloh beri aku kekuatan dan
keyakinan lebih untuk lebih baik. Dan saat aku berziarah ke Madinah, ada
seorang pemuda yang berpakaian arab namun wajah bule. Tidak!!! Kenapa aku
teringat wajah almarhum Raihan? Hem mungkin aku hanya berkhayal... aku terus
memikirkannya sampai aku sampai di rumah nenek. Tak sabar rasanya ingin segera
bertemu dengan anakku Hasan. Katanya ia terus menangis dan setelah aku gendong
ia tak menangis lagi. Aku selalu tersenyum saat melihatnya, ia begitu ramah
senyum dan suara ketawanya itu selalu membuatku tertawa.
Setelah itu umi masuk ke kamar dan berbicara serius tentangku.
Sungguh kagetnya aku, saat umi bilang bahwa ada seorang lelaki yang berniat
ingin mengkhitbahku! Ya memang masa iddahku sudah selesai, tapi... aku serasa
tak siap dan... aku masih menyayangi suamiku. Umi bersikeras agar aku mencoba
membuka hatiku. Dan tibalah data dirinya ada ditanganku sekarang. Namanya Mush’ab
bin Umair. Hem namanya kok seperti nama sahabat nabi ya? Ia telah lama tinggal
di Madinah, dan ia sepertinya lelaki yang berilmu tinggi dan berakhlak karimah.
Tiba-tiba saja aku teringat akan wasiat almarhum suamiku dalam
mimpiku dulu, jika ada saudaranya yang berniat baik maka terimalah ia, karena
itu adalah harapannya. Dan saat aku tanyakan, maha suci Alloh ternyata ia adalah
sepupunya almarhum suamiku. Ya Robb, ini semua sungguh mengejutkan hamba!
Hamba... berserah diri pada-Mu ya Alloh...
umi membelaiku, “Maafkan umi tak beritahu kamu sayang! Karena umi ingin kamu
utama memilihnya atas agamanya, bukan atas nasabnya karena ia saudara almarhum
suamimu!” ucapnya.
*****
Setelah acara khitbah, dan pernikahan digelar ia menungguku
didekat pintu kamar. Ia tersenyum padaku, dan menyambutku! Setelah itu ia
mencuci kakiku dengan tangannya dalam wadah, dan mencium keningku. Ia
mendo’akanku, dan menangis. “Wahai istriku, engkau adalah bidadari surga yang
telah Alloh kirimkan padaku, pada
seorang hamba yang hina dina dan penuh kekurangan! Sebelumnya engkau telah
temani seorang syuhada yang sangat aku sayangi, dialah saudaraku, Raihan. Aku
memang tak sebaik mantan suamimu, tapi aku akan berusaha untuk lebih baik dan
menjadi suami yang Alloh
ridhoi... sebelumnya aku bermimpi bahwa saudaraku Raihan ingin menitipkanmu
padaku! Ia berharap agar aku dapat menjagamu dan malaikat kecilnya... dan
menyayangi kalian berdua. Sungguh, bukan karena itu aku menikahimu, tapi Alloh lah yang memilihmu untukku.
Aku selalu terkagum-kagum pada seorang gadis yang diceritakan Raihan dahulu,
aku ingin tahu siapa gerangan gadis itu. Dan sekarang Alloh perkenankan sekarang aku
mencium gadis itu, dan ia adalah dirimu...”.
Tangannya menggenggamku, dan menarikku masuk kamar. Ia
perlakukan aku bagai ratu, ia lalu memberikanku sebuah hadiah. Aku pun
membukanya, dan masya Alloh
tabaarokalloh... isi didalamnya adalah
Al-Qur’an yang dibuat dari tulisan tangan... sangat indah! Dan dibelakangnya
ada namaku, ungkapan cintanya padaku! Aku terharu dan menangis bahagia, ia pun
merangkulku dan menenangkanku. Aku pun menatapnya dalam balutan air mata
bahagia ini, “wahai suamiku, apakah ini adalah tulisan tanganmu sendiri? Sejak
kapan engkau membuatnya?” tanyaku dalam haru. “Maha suci Alloh, alhamdulillah atas izin
dan pertolongan Alloh, ini adalah tulisan
tanganku. Maafkanlah bila tulisannya jelek, namun aku membuatnya saat aku
mendapat jawaban atas istikhorohku yang telah condong padamu. Aku berharap
semoga engkau mau menerimanya dan jadikan ini sebagai bukti niat seriusku dan
cintaku padamu”. Aku pun menangis kembali dan bersujud syukur, ia pun bersujud
syukur dan lalu merangkulku, ia bagai belahan diriku. Ia selalu tahu apa yang
aku rasa! Dan dengan kesederhanaannya, kesholehannya, dan semua yang ia lakukan
dapat membuatku jatuh cinta padanya. Ia selalu pandai membuat syair dan membuat
moodku membaik. Ia juga seorang ayah yang hebat menurutku! Ia begitu menyayangi
Hasan.
Sampai suatu hari aku terjatuh, kakiku terkilir, ia begitu cemas
dan mengurut kakiku. Lalu ia menggendongku, “umi sekarang agak beratan ya? Tapi
abi malah semakin jatuh cinta!”. Godanya. “Jadi abi suka kalau umi gendut ya?
Kalau gendut kasihan abi kalau mau gendong uminya” timpalku. Ia lalu tertawa
dan mengangguk. Setelah kakiku membaik, ia mengajakku berkeliling kota Makkah.
Intinya kami pacaran lagi, teringat kembali pada Raihan. Ini bagai dua kisah
yang dalam dihatiku dengan dua orang yang berbeda, namun mempunyai posisi yang
sama. Namun suamiku selalu tahu, dan ia mencium tanganku, dan berucap bahwa ia akan
selalu bersamaku. Aku selalu tak sabar menunggu ia untuk pulang ke rumah,
karena suamiku telah mengemban tugas mulia. Ia tidak hanya seorang da’i yang
peduli ummat di perkotaan besar saja, namun ia juga seorang yang peduli pada
perkembangan Islam di daerah terpencil.
Aku sering melihatnya terlau kelelahan, aku siapkan air hangat
untuk mandinya, memasak makanan kesukaannya dan minuman yang menghilangkan
dahaga dan lelahnya. Segera aku bersiap menyambutnya di pintu, dan tersenyum
padanya. Aku lalu membalas salamnya dan mencium tangannya, dan biasanya ia
langsung mencium keningku. Segera ia sembunyikan rasa lelah dan masalahnya,
walau aku telah mengetahuinya. Namun bila ia bersedia dan mau berbagi
masalahnya padaku, kami selalu bermusyawarah berdua. Dengan bahasanya yang
santun dan keputusannya yang bijaksana semakin membuat aku jatuh cinta padanya.
Sering aku goda ia, ia hanya tersenyum dan memuji nama Alloh.
Alhamdulillah, ia mempunyai hobi yang sama sepertiku, yaitu
kaligrafi. Kami sering membuat kaligrafi berdua, dan memenuhi rumah sederhana
kami dengan kaligrafi kami. Jujur, itu kegiatan yang sangat romantis menurutku!
Terkadang, ia suka jail dengan melukis wajahku dengan cat warna. Adakalanya ia
yang membuatnya dengan pensil dan aku yang menebalkan atau mewarnai dengan cat
air. Dan kami juga sering berdiskusi bagaimana caranya agar da’wah mudah
diterima dan target utama kami adalah para remaja muslim wal muslimah. Ada
sesuatu yang aku temukan Raihan padanya, ya karena mereka memiliki kemiripan.
Dan ada pula sesuatu yang membuat ku mengerti, bahwa ia juga adalah jodohku. Ia
begitu melengkapi kekurangaku, dan memaklumi kesalahanku, ia selalu tersenyum
dan memelukku, “maafkan abi ya sayang! Karena ini semua kesalahan abi,
maafkanlah”. Ucapnya dengan penuh kasih. Aku jadi sadar semua kekuranganku, dan
semangat dalam memperbaiki kesalahanku. Aku pun meminta maaf padanya dan
berjanji akan berusaha lebih baik untuk layak menjadi istrinya. Namun ia selalu berkata, “iya tak apa sayangku, karena
kesalahan umi, kesalahan abi juga” lembutnya dan senyumnya padaku.
Aku selalu berusaha membiasakan melakukan sunah Rosulullloh, bila
suamiku diam saja entah karena apa, aku pikir ia kecewa atau marah padaku, aku
menemuinya dan memegang tangannya dan
berucap, “ini tanganku dibawah tanganmu, sungguh aku tak dapat tidur nyenyak
sebelum engkau ridho terhadapku”. Masya Alloh,
rumah tangga yang berpondasikan Al-Qur’an dan beralaskan Sunnah sangatlah indah
dan penuh hikmah. Lebih dari kata bahagia, walaupun ada duka itu sebagai asbab
dari kebahagaan selanjutnya! Sakinah bersamamu sayangku, wahai imamku! Dan
penuh dengan mawaddah warohmah. Si kecil Hasan pun selalu manja pada abinya, ia
sangat pandai menerima ilmu yang diberikan oleh abinya. Ingin aku persiapkan ia
tuk jadi muttaqiina imamaa.
Dan saat momen teromantis
adalah, saat kami berdua bersanding memandang ka’bah dari lantai atas. Masya Alloh, ia kemudian bersenandung
lagu sayyidina Ali pada sayyidatina Fatimah. Aku menangis dan ia tersenyum
padaku, Akupun membalasnya dan kami bersenandung berdua, alhamdulillah indahnya
semua ini terangkai dalam kisah cinta di tanah haramain. Tak kusangka, bahwa
kisah cintaku begitu indah dan penuh berkah karena tanah suci ini menjadi saksi
bertemunya aku dengan Raihan dan Mush’ab... mantan suamiku, dan suamiku. Maha
suci Engkau wahai Alloh, yang telah menjadikan
pasangan untuk semua makhluk, dengan sempurna. Ini kisah yang sempurna, sebuah
rencana Alloh bagi seorang hamba yang
selalu berusaha istiqomah berada dijalan Islam. Subhaanalloh, walhamdulillah, wa laa
ilaaha illalloh, wallohu akbar!!!
*****
Berbeda dengan kehamilanku yang pertama, saat mengandung
Hasan... alhamdulillah kehamilanku yang kedua lebih menguji kesabaranku! Aku
sekarang lebih mual lagi, dan lebih banyak nafsunya makan yang asem lagi...
suamiku hanya tersenyum saat melihat aku makan buah-buahan yang asem banget
menurutnya. Bahkan ia yang sering menyuapiku, dan kami sering bersholawat
bersama saat duduk santai. Saat santai pun ia selalu mengingat akan ummat,
meminta saranku bagaimana agar da’wah tidak monoton dan dipandang hanya milik
orang tua saja. Kami juga sering muroja’ah bersama, masya Alloh suaranya sangat
merdu. Namun ia bilang bahwa suara tidak selalu dinilai dari merdunya saja,
namun juga dari keikhlasan kita saat melantunkannya.
Cinta karena Alloh,
kita mencintai karena Alloh.
Bila kita mencinta maka harus dengan ridho Alloh yakni dengan pernikahan yang sesuai syari’at dari Alloh. Entah mengapa, walau baru
mengenalnya, namun dengan pernikahan ini begitu mudah aku mencintainya. Ia
selalu pandai membuat aku jatuh cinta padanya lewat kesholehannya. Cinta
didalam Islam, tidak hanya sampai pada kakek nenek, atau sampai maut memisahkan.
Tapi, sampai kita bersua kembali di jannah-Nya aamiin ya Robbanaa.
Di masa kehamilanku ini, sering aku tertidur di pangkuan suamiku. Sembari
mendengarkannya melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang membuatku tenang dan
damai. Aku berharap, janinku ini mendengar abinya yang tengah memperkenalkannya
pada Robbnya. Sering suamiku juga menceritakan kepribadian Rosululloh lalu
bersholawat bersama, aku juga ingin kenalkan janinku ini pada Rosulnya.
Ternyata nama suamiku diambil dari nama seorang pemuda shohabat
Nabi. Ya Mush’ab bin Umair! Ia adalah seorang pemuda kaya raya dan sangat
penurut pada ibunya. Namun setelah mengenal islam, ia membuang jauh kemewahan,
kehormatan, dan tahta dunia. Ia menjadi seorang pemuda yang sederhana dan
zuhud. Dan suamiku, semoga kita berjodoh kembali di jannah-Nya, engkau lebih dari seorang
pasangan buatku, namun seorang murobi, ayah, sahabat, dan malaikat yang telah
Alloh kirimkan untukku. Syukron wa jazakalloh ahsanal jaza, wahai cintaku...
uhibbuka!